Search

Acatraveler's Diary

which of the favours of your Lord will you deny

Month

August 2013

Dirgahayu Indonesiaku

Semoga kemerdekaan di tahun ini, menjadi langkah dengan semangat terbarukan. Menjadi langkah yang kaya akan kebaikan, inovasi, dan kreasi untuk kemajuan seluruh negeri. Dirgahayu Indonesia ke-68.

Jamaah itu Satu, Jamaah Muslimin…

Tiba-tiba menemukan jawaban dari satu pertanyaan yang menggantung cukup lama di kepala. Sumbernya dari sini.

♥Question♥

Sekarang ini kan banyak jama’ah seperti Salafiy, Tarbiah, Jama’ah Tabligh, dan lain-lainnya. Harus memilih jamaah yang manakah saya, agar saya selamat dunia dan akhirat? Dan berdosakah saya jika tidak berjamaah? Sebab ada hadits yang menyebutkan agar kita berjamaah dan kalau tidak berjamaah tidak akan masuk surga.

♥Answer♥

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Hadits tentang wajibnya berjamaah itu memang benar. Hanya konteksnya di zaman sekarang ini perlu kita pahami secara benar.

Apakah benar bahwa siapa saja yang tidak ikut ke dalam kelompok-kelompok yang anda sebutkan itu, lantas dianggap tidak akan masuk surga? Apakah kelompok-kelompok itu representasi yang sah tentang sebuah jamaah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab. Mengapa?

Karena seolah-olah bila kita tidak memilih salah satunya, kita ini bukan umat Islam. Sebab ancamannya tidak akan masuk surga. Apakah seorang muslim tidak cukup hanya menjadi umat Islam saja, tanpa harus ikut-ikutan menjadi anggota sebuah kelompok jamaah tertentu?

Kelompok Bukan Representasi Jamaah Muslim

Sebenarnya berbagai macam kelompok umat Islam yang ada sekarang ini, sama sekali bukan representasi dari jamaah muslim yang banyak disebutkan di dalam hadits-hadits tentang jamaah.

Sebab kelompok-kelompok itu tidak ada mirip-miripnya dengan jamaah muslimin yang dahulu digagas dan dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW.

Di antara beberapa perbedaan mendasar antara lain adalah:

1. Cuma Satu

Jamaah muslimin di masa Rasulullah SAW hanya ada satu saja. Maka di masa itu tidak seorang pun yang bertanya seperti yang Anda tanyakan sekarang ini. Tidak ada orang yang bingung harus ikut jamaah yang mana?

Sedangkan di masa kita sekarang ini, jamaah bukan cuma dua, tiga, empat, tetapi jumlahnya mencapai ribuan bahkan jutaan. Masing-masing mengaku sebagai jamaah yang paling benar, paling sesuai dengan Nabi, paling lurus, paling istiqamah dan paling-paling yang lain.

Dan apesnya, satu jamaah dengan jamaah yang lain saling menjelekkan dan saling membongkar kejelekan sesama. Tidaklah seseorang masuk ke suatu jamaah, kecuali dia akan ‘didoktrin’ untuk membenci atau setidaknya kurang simpatik dengan jamaah yang lain.

2. Setiap Muslim Otomatis Jadi Anggota Jamaah

Perbedaan yang kedua adalah bahwa di masa Rasulullah SAW, setiap orang yang masuk Islam atau menjadi bagian dari umat Islam, maka secara otomatis sudah resmi menjadi bagian atau anggota jamaah muslimin. Tidak ada seorang muslim pun yang dianggap bukan anggota jamaah muslimin.

Kalau ada orang Islam yang murtad atau keluar dari agama Islam, barulah mereka dianggap keluar dari jamaah muslimin. Oleh karena itu, meskipun ada orang-orang munafik di Madinah, namun status mereka tetap dianggap muslim. Dan otomatis mereka pun bagian dari jamaah muslimin.

Keadaannya amat jauh berbeda dengan apa yang kita lihat di zaman sekarang ini. Tidak semua orang yang beragama Islam dianggap otomatis menjadi bagian dari kelompoknya. Hanya mereka yang loyal dan mau jadi pendukung setia serta siap disuruh-suruh saja yang dijadikan anggota suatu kelompok.

Dan lucunya, kalau sudah ikut suatu kelompok, biasanya tidak diperbolehkan lagi dekat-dekat dengan kelompok lain. Maka kita suka senyum-senyum sendiri ketika mendengar ada kader suatu kelompok dipecat oleh pimpinannya. Alasannya, karena kader itu terlalu dekat-dekat dengan kelompok lain.

3. Tidak Ada Proses Pendaftaran

Di masa Rasulullah SAW, untuk menjadi bagian dari jamaah umat Islam tidak perlu harus mendaftarkan diri, apalagi harus ikut pelatihan atau program kaderisasi . Siapa saja yang masuk Islam, otomatis jadi bagian dari jamaah muslimin, tanpa harus lewat proses birokrasi, bahkan tanpa kartu anggota.

Sedangkan di masa sekarang ini, jamaah-jamaah yang begitu banyak itu seringkali menerapkan sistem administrasi. Untuk masuk dan diakui menjadi bagian suatu kelompok, harus menjalani berbagai proses. Tetapi yang lebih sering adalah proses lobi dan kedekatan dengan pihak elit kelompok.

Namun buat calon anggota yang punya kekuasaan atau kekayaan tertentu, biasanya para pemimpin kelompok akan berebutan menjadikan orang tersebut sebagai bagian dari kelompoknya. Kalau perlu diiming-imingi jabatan strategis, langsung duduk di jabatan yang paling bergengsi dalam struktur.

Maka hubungan jamaah dengan anggotanya mirip hubungan dagang. Anggota harus punya kontribusi yang besar dan berarti buat kelompoknya. Makin besar kontribusinya, makin tinggi kedudukannya. Dan makin rendah ‘sumbanganya’, makin anonim posisinya.

4. Tidak Perlu Baiat

Di masa Rasulullah SAW, bai’at bukanlah pintu gerbang untuk menjadi anggota jamaah muslimin. Pintu gerbangnya hanya satu, yaitu mengikrarkan dua kalimat syahadat.

Adapun bai’at Aqabah I, Aqabah II, Bai’at Ridhwan, sama sekali tidak terkait dengan keanggotaan para shahabat terhadap jamaah Rasulullah SAW.

Berbeda dengan sebagian metode kelompok-kelpompok di masa sekarang ini yang menjadikan bai’at sebagai pintu gerbang untuk menjadi anggotanya. Kalau belum dibai’at maka dianggap belum menjadi anggota, hanya menjadi simpatisan semata.

Kalau bai’at itu hanya dijadikan semata sebagai proses menjadi anggota sebuah kelompok atau organisasi, mungkin tidak masalah. Tetapi kalau bai’at itu dipercaya sebagai bagian dari apakah seorang itu dianggap berjamaah atau tidak secara syar’i, maka pemahaman ini kontradiktif.

Sebab kalau ada orang tidak ikut dalam kelompok itu, apakah boleh dianggap sebagai orang yang tidak berjamaah sebagaimana hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW? Pemahaman ini akan menjerumuskan semua umat Islam sedunia ini sebagai bukan bagian dari umat Islam, karena 1, 5 milyar (1.500.000.000) umat Islam di dunia ini, tidak ada satu pun yang berstatus sudah berjamaah. Kecuali beberapa ribu orang yang berbai’at kepada jamaah itu.

Pemahaman seperti inilah yang pada gilirannya akan menggiring orang awam kepada pemahaman keliru tentang takfir. Seolah-olah, siapa pun yang tidak ikut ke dalam kelompoknya, berarti tidak berjamaah. Dan kalau tidak berjamaah, berarti akan masuk neraka. Dan kalau pasti masuk neraka, bukanka berarti kelompok itu sudah mengkafirkan seorang muslim?

Silahkan Ikut Kelompok

Apa yang kami sampaikan di atas bukan berarti kami melarang umat Islam untuk ikut aktif di berbagai kelompok yang ada. Sama sekali tidak, jangan salah tafsir dan emosi dulu.

Silahkan berjamaah, silahkan ikut berbagai macam kelompok yang ada. Yang penting, ketika aktif berjamaah atau berkompok-kelompok itu, jangan saling menjelekkan, jangan saling mencaci, jangan saling menghina dan jangan saling menuduh kafir antara sesama kelompok di tengah umat.

Alangkah indahnya bila semua kelompok itu, yang mana saja, bisa duduk bersama serta saling bersinergi satu sama lain. Saling menghargai, saling menyanjung, saling mengagumi dan saling memberi. Bukan karena basa basi, tetapi harus lahir dari hati.

Jangan jalan sendiri-sendiri seolah-olah tidak merasa butuh dengan saudaranya. Bukalah pintu hati untuk keberadaan kelompok lainnya. Toh, tidak mungkin masalah umat Islam ini dikerjakan sendirian saja. Kita butuh banyak tenaga yang mungkin tidak kita miliki di dalam barisan kita sendiri. Mungkin tenaga itu justru ada di dalam kelompok lain. Maka tidak ada yang salah kalau kelompok-kelompok itu saling bekerja sama di semua bidang.

Tujuan mereka sama, yaitu berjuang membela agama Islam dan menjadikan Islam sebagai agama yang dianut dan dijalankan oleh umat.

Mengapa pula kita harus saling gasak, saling gesek dan saling gosok? Bukankah tindakan dan sikap negatif seperti itu malah bertentangan dengan karakteristik jamaah muslimin yang digagas oleh Rasululah SAW?

Jamaah Muslimin Yang Sesungguhnya

Kalau keberadaan kelompok-kelompok itu dianggap kurang relevan dengan jamaah muslimin seperti di masa Rasulullah SAW, lalu muncul pertanyaan : adakah sosok wujud jamaah muslimin yang ideal hari ini?

Jawabnya bisa ada bisa tidak. Kalau sekedar jamaah muslimin, tentu ada. Tapi kalau yang ideal, rasanya belum.

Jamaah muslimin hari ini ya kita semua ini. Semua muslim di dunia yang berjumlah kurang lebih 1,5 milyar ini adalah jamaah muslimin. Artinya, asalkan seseorang sudah beragama Islam, maka secara otomatis dia adalah bagian dari jamaah muslimin.

Tidak benar logika yang mengatakan kalau seorang muslim tidak ikut kelompok tertentu, dianggap telah kafir atau bukan muslim. Juga keliru pemahaman yang mengatakan bahwa siapa yang keluar dari suatu kelompok, maka dia telah keluar dari jamaah. Dan kalau keluar dari jamaah, maka keluar pula dari Islam. Dan kalau keluar dari Islam, maka halal darahnya, lalu matinya mati jahiliyah. Ini adalah cara pandang yang sesat dan menyesatkan, yang tidak pernah bisa dibenarkan.

Yang benar adalah semua muslim di dunia sekarang ini adalah bagian dari jamaah muslimin. Dan jamaah muslimin tetap masih ada, cuma wujudnya kurang ideal. Kurang idealnya disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya :

1. Keawaman Umat Islam Terhadap Agamanya (Al-Jahlu Anil Islam)

Di dalam tubuh jamaah muslimin saat ini, masih banyak orang Islam yang kurang mendapatkan akses untuk mengenal dan mendalami syariat Islam. Secara status sudah muslim dan bagian dari jamaah muslimin, tetapi secara kualitas, masih banyak yang harus diperbaiki.

Masih begitu banyaknya umat Islam yang belum bisa shalat, tidak mengerti tata cara wudhu, mandi janabah, hukum najis dan detail-detail syariah yang lain. Jangankan mengerti tafsir Al-Quran, membacanya saja pun masih terbata-bata dan tidak bisa-bisa.

Kemajuan ilmu-ilmu syariah di masa lalu dan warisan jutaan jilid kitab, tinggal kenangan manis saja. Para ulama sudah wafat duluan dipanggil Allah, yang tersisa hanya tokoh-tokoh agama tanpa ilmu. Penampilan luar memang agak mirip dengan ulama, tetapi ilmunya kosong. Majelis ilmu kemudian bermetamorfosis menjadi panggung lawak dan hiburan, walaupun masih ada bau-bau pengajian.

Bahasa Arab tidak dipakai lagi, bahkan para ustadz, kiyai, penceramah dan tokoh-tokoh agama pun tidak bisa berbahasa Arab. Maka mustahil mereka punya akses terhadap ilmu-ilmu syariah yang menjadi warisan tak ternilai harganya, karena mereka buta huruf dan tidak paham bahasanya.

Sekolah Islam dan kampus milik umat Islam sudah tidak lagi mengajarkan detail syariah, kurikulumnya sudah lama berganti dengan kurikulum yang rendah mutunya. Wajar kalau alumni dan lulusannya masih terbilang sangat awam. Lalu bagaimana dengan sekolah dan kampus umum? Tentu jauh lebih awam lagi.

Penghafal Quran masih cukup banyak, bahkan qari’ dan qari’ah yang suaranya merdu dan nafasnya panjang masih terus bermunculan lewat beragam MTQ. Sayangnya, jarang sekali kita temukan tempat dilahirkannya para mufassir yang mengerti hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Al-Quran sebagai hafalan atau seni bacaan semakin digandrungi, namun sebagai ilmu yang menjelaskan hukum dan aturan Allah, sudah lama ditinggalkan.

2. Perpecahan, Keretakan dan Terurainya Tali Persaudaraan (Al-Furqah wa At-Tafakkuk wa Inhilalurrawabith)

Salah satu hambatan utama dalam tubuh jamaah muslimin sekarang ini adalah perpecahan internal dalam tubuh umat Islam. Tiap orang yang punya massa bikin kelompok sendiri-sendiri, dimana masing-masing membanggakan kelompoknya dan menjelekkan kelompok lain.

Berkelompok itu tidak dilarang, tetapi saling menjelekkan itu haram, apalagi saling menyakiti dan merasa paling besar sendiri, jauh lebih haram lagi.

Berbagai kelompok umat Islam itu kadang dimotori oleh elit yang rajin memprovokasi anggotanya agar selalu membanggakan diri. Slogannya adalah : mari kita besarkan kelompok kita.

Perjuangan dan jihad yang dilakukan bukan lagi semata demi keseluruhan umat Islam, tetapi dibatasi hanya untuk kelompoknya saja. Memperjuangkan kelompok sudah dianggap memperjuangkan Islam. Konyolnya, menggebuki kelompok lain, juga dianggap jihad dan perjuangan.

Masing-masing kelompok mendirikan amil zakat dan lembaga infaq sendiri-sendiri. Biar kalau ada yang berzakat, infaq atau sedekah, bantuannya tidka disalurkan kepada semua umat Islam, tetapi khusus hanya untuk fakir miskin yang berafiliasi kepada kelompoknya.

Bahkan tiap kelompok mendirikan lembaga fatwa sendiri-sendiri. Lembaga ini tidak didirikan demi kepentingan seluruh umat Islam, tetapi khusus hanya untuk kepentingan kelompok.

Prinsip yang berkembang adalah jam’iyah qabla islam. Untuk kepentingan kelompok kita dulu, baru nanti kalau ada sisanya buat di luar kelompok.

3. Elit Berebutan Kekuasaan Duniawi (Mushara’atul Hukkam ‘alad-Dunia)

Umat Islam semakin lemah lagi ketika para penguasa dan elitnya tidak pernah berhenti dari memperebutkan jabatan dan kursi kekuasaan. Alasannya kadang lucu dan aneh, logikanya pun susah dipahami.

Kalau bukan saya yang jadi penguasa, maka penguasa lain pasti kafir atau sekuler. Maka apapun yang terjadi, saya harus jadi penguasa. Karena cuma saya satu-satunya orang di dunia ini yang bisa menjamin tegaknya Islam. Tanpa saya, Islam akan hancur. Bila saya tidak berkuasa, Islam pasti lenyap.

Sekilas kalimat di atas sangat menyentuh, ngakunya si calon penguasa ingin menegakkan Islam dan hukum-hukumnya. Tetapi ketika ada syarat bahwa yang berkuasa itu harus dirinya dan tidak boleh orang lain, maka kalimat itu jadi amat memalukan.

Bayangkan kalau semua tokoh dan elit umat Islam punya pemikiran seperti ini, maka perebutan kekuasaan sesama umat Islam tidak akan pernah berhenti sampai kiamat. Selain itu saling tuduh kafir dan sekuler pun tidak akan pernah ada habisnya.

Padahal semuanya beragama Islam, semuanya mengaku umat Rasulullah SAW. Qurannya sama, haditsnya sama, syahadatnya sama, tetapi demi segenggam kekuasaan, rela dan ridha untuk melukai sesama saudara sendiri, bahkan kalau perlu semua orang harus berkorban nyawa demi kekuasaannya.

Kesimpulannya, jamaah muslimin sudah ada tetapi banyak sekali penyakit di dalamnya. Kewajiban kita sekarang ini bagaimana mengatasi penyakit itu dari diri kita masing-masing. Kelompok-kelompok itu tetap kita biarkan eksis, karean biar bagaimana pun tetap banyak guna dan manfaatnya.

Tetapi paradigma dan cara berpikir para pemimpin dan anggotanya harus mulai berubah menjadi lebih baik dan produktif. Biar keberkahan kita berjamaah dengan sesama muslim bisa kita gapai bersama.

Semoga Allah SWT menyatukan umat Islam seluruhnya ke dalam satu barisan di belakang bendera Rasulullah SAW, serta saling mengasihi satu sama lain, amin.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Pantesan ada hadits “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari Muslim)

Egypt oh Egypt

Dunia maya sudah penuh dengan berita tentang Mesir beberapa bulan ini, sejak Presiden Mursi digulingkan. Apalagi media-media Islam saat ini. Anehnya, berbagai statsiun TV di Indonesia baru kemarin menayangkan tentang kondisi Mesir yang sangat bergejolak. Kondisi terbaru adalah lebih 2000 demonstran damai yang mendukung pengangkatan Mursi kembali, ditembaki dan dibakar oleh junta militer pimpinan Al-Sisi.

Sebelum itu, mari kita cermati dulu kronologinya:

Kronologi Gejolak Mesir-foxnews.com

Yap, setelah junta militer itu diangkat oleh Mursi, eh dia sendiri yang malah menjatuhkan Mursi dari kursi kepresidenan. Kemudian memenjarakannya sampai sekarang.

Semakin lama, tindakan junta militer semakin kejam. Mereka mulai menembaki massa pendukung Mursi ketika demonstrasi damai tanggal 14 Agustus lalu. Tak hanya itu, mereka juga melecehkan para wanita dan anak kecil di tengah jalan-jalan umum. Tahukah, di beberapa media massa yang berusaha meliputnya, mereka bilang ini bukan termasuk pembantaian?

Kaya gini ini bukan bentuk pembantaian kah? Padahal mereka yang berdemonstran nggak bawa senjata tajam, tapi tiba-tiba ditembaki begitu saja. Untungnya organisasi HAM internasional, Human Rights Watch telah memberikan pidato resmi perihal tragedi Mesir ini. Walaupun sedikit terlambat. Kelihatan sekali, hanya formalitas dan setengah hati.

Aksi di Indonesia

Alhamdulillah, walaupun Presiden kita masih sibuk dengan perayaan 17 Agustusan, tapi para mahasiswa sudah berinsiatif mengambil langkah untuk ikut demonstrasi damai, aksi peduli dengan mengirim relawan serta memberi bantuan dana untuk Mesir. Sebuah langkah yang kongkret dan layak didukung. Terutama, mengingat fakta sejarah bahwa dulu Mesir lah yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia melalui Hasan Al-Banna (pemimpin Ikhwanul Muslimin). Terlebih, Indonesia adalah negara dengan umat Islam terbesar sedunia, maka menjadi penting

Harusnya, Indonesia bisa mengajak PBB untuk merundingkan solusi dari kekejaman militer ini. Harusnya, Indonesia bisa bertindak lebih dulu daripada Turki. Entahlah kenapa dengan pemerintah Indonesia. Tapi daripada mengeluh, mari kita berdoa untuk Mesir. Saudara-saudari kita di sana sedang dirundung duka.

Allahummaghfirlahum, warhamhum, wa’fu’anhum.

Kita tidak akan…

Kita tidak akan pernah menemukan orang yang benar-benar memahami kita, tahu kebiasaan kita, mengerti semua tentang kita. Impossible.

Tapi kita bisa menemukan orang yang sungguh-sungguh bersedia memahami kita. Dan itu lebih dari cukup, sepanjang kita juga sungguh-sungguh bersedia memahaminya.

Tere Lije

Memahami dan dipahami. Masih ingat simbiosis mutualisme? Prinsipnya seperti itu. Kalo di pelajaran SD dulu, pokoknya saling menguntungkan lah. Win-win solution. Masih inget cuplikan film di bawah ini?

Bee Movie!

Sebuah film bagus tentang simbiosis mutualisme. Yah, makanan lebah itu adalah nektar yang didapatnya dari bunga-bunga. Terus, itu bakalan diolahnya jadi madu.

Di film ini, Barry (tokoh utama) sempat menarik segala produk madu yang dihasilkan bangsanya dari manusia. Jadi saking banyaknya persediaan madu, para lebah memang bisa bermalas-malasan tanpa harus memproduksi madu.

Tapi kenyataan yang terjadi adalah, bunga-bunga semakin layu, pepohonan hilang teduhnya. Karena apa? Para lebah yang biasanya menghisap nektar itu, juga melakukan penyerbukan alami untuk bunga-bunga. Tapi setelah stok madu terlalu banyak, rutinitas penyerbukan alami itu terhenti.

Untung Barry segera menyadari kesalahannya. Akhirnya, melalui usaha maksimal, Barry bisa memperbaiki keadaan dibantu teman-temannya.

Dari cerita itu, iya kan, simbiosisnya ada ketika Barry mengambil nektar, tapi di sisi lain dia juga membantu penyerbukan bunga-bunga.

Begitulah seharusnya kita, berusaha mengerti kondisi orang lain. Nah, sesuai dengan hukum Newton ke-3 tentang aksi-reaksi, maka niscaya orang lain pun akan berusaha pengertian kepada kita.

Andai Aku Jadi Presiden

Image

Indonesia, tidak dibangun dengan waktu yang singkat. Mulai dari zaman pra-sejarah sampai zaman reformasi, berbagai pergulatan sang pemimpin mewarnai kebijakan-kebijakan negeri Gemah Ripah Loh Jinawi ini. Jika dijadikan sebuah video, Indonesia beserta sejarahnya merupakan wujud buku harian yang merekam jejak kebangsaan.

Yuk, mari memutar video itu sebentar saja.

Pernah di suatu masa, menjelang detik-detik Proklamasi, Ir. Soekaro menjadi inisiator untuk memproklamirkan kemerdekaan saat situasi sedang kosong. Walaupun tindakan ini berisiko tinggi, beliau melakukannya. Kemudian kita beranjak ke Orde Baru, di mana Soeharto bersikeras menerapkan Pancasila. Ternyata? Banyak kecurangan di mana-mana. Keputusan yang juga ekstrim. Memasuki era B.J. Habibie yang amat singkat, media dibuat eksis, reformasi yang cenderung bebas, dan Timor Leste dilepaskan. Keputusan yang tidak bisa dianggap enteng, kan?

Dari contoh ketiga Presiden tersebut, menjadi presiden adalah amanah yang sangat berat. Tetapi ketika aku diizinkan menduduki amanah terbesar itu, ada empat hal yang akan kubenahi pertama kali:

1. Kubangun istana-istana keluarga dengan cinta.

Kenapa harus keluarga? Masyarakat terkecil adalah keluarga. Setiap orang ditentukan wataknya dari sebuah keluarga. Seseorang juga memulai hidupnya dari keluarga. Ia menikah, kemudian beranak pinak, membentuk sebuah rumah tangga. Cinta yang paling besar dari sesama manusia juga ada di sini. Dan jika keluarga sudah rusak, bagaimana dengan anggota-anggota di dalamnya? Seringkali keegoisan datang dan mengakibatkan terpecahnya keluarga yang berdampak buruk pada setiap anggotanya.

Karena itulah, keluarga harus dibina dengan cinta dari sandaran tertinggi manusia, nilai-nilai Ketuhanan. Keluarga merupakan aset terpenting negara karena ia bisa mencetak orang-orang yang siap mengabdi kepada negara. Begitu pentingnya keluarga ini, sampai-sampai pemerintah mengatur segala hal yang berkaitan dengan keluarga: KB, UU Perkawinan, dan program-program tentang kekeluargaan.

Nah, demi memperbaiki fungsi keluarga dalam mendidik anak, seminar-seminar parenting juga akan diselenggarakan rutin. Hal ini untuk menghindari dominasi orang tua terhadap anak dan melanggengkan hubungan baik antara orang tua-anak.

Segalanya yang dibentuk dari cinta yang kuat dan benar, akan tumbuh indah dengan sendirinya.

2. Kutegaskan hukum dengan teladan

Hukum sekarang sudah seperti mainan ya? Iya, dari bayi sampai kakek-nenek, banyak yang tidak patuh pada hukum. Contohnya: banyak  yang belum punya SIM, tapi sudah bebas mengemudi di jalan raya, terus kebut-kebutan, dan melanggar lampu merah. Atau kakek-nenek yang dilarang berjualan secara PKL, tetap ngotot minta jualan di tepi jalan. Aduh, bukannya tak kasian. Tapi itu mengganggu pengguna jalan lainnya.

Hukum, mudah sekali dibeli. Berapa sih harganya? Paling mahal juga cuma 5 milyar. Wah, kalau sudah sampai taraf seperti ini, Indonesia tak akan pernah jadi negara maju. Terlalu banyak perkongsian di negeri ini yang mampu membelinya.

Soal korupsi, aku akan menyita seluruh hartanya dan melepas statusnya sebagai WNI. Jika terlalu besar, bisa saja tangannya disumbangkan untuk orang yang membutuhkan. Dikucilkan, dimusuhi satu negara plus diamputasi, bukan sesuatu yang bagus. Rasanya itu cukup manusiawi daripada menghukum mati.

Jalan yang akan saya tempuh adalah membiasakan keteladanan yang bisa dilatih oleh tiap orang di sini. Memang membutuhkan waktu, tetapi proses ini sangat efektif untuk memberikan mereka pelajaran. Sebuah teladan kadang bisa membuat kita marah bin kesal. Wajah pasti sudah tertekuk-tekuk melihat saingan kita di atas angin.

Hukum itu hanya efektif jika dia sendiri yang dibawa oleh karakter si Pemimpin. Di dalamnya nanti, ada kekuatan super yang bisa mengakomodir pelayanan jutaan masyarakat di sini.

3. Kuputuskan kemiskinan dengan inovasi

Aku akan mendatangkan para ilmuwan yang di luar sana untuk bersama-sama membangun negeri. Kalaupun toh belum ada sokongan dana, dilakukan saja bertahap. Menggali inovasi sekaligus mewujudkannya bukan perkara mudah. Tetapi jika kita mau, sebenarnya bisa.

Karena inovasi-inovasi mereka sangat berguna meningkatkan kesejahteraan hidup saudara mereka yang tertimpa kemiskinan. Pabrik-pabrik model Nike dan sejenisnya yang menggaji karyawan Indonesia dengan gaji paling murah, juga akan ditutup. Kemudian mereka akan diarahkan menuju lembaga pertanian di daerah masing-masing. Diberi pelatihan, kemudian mereka secara individu dan pengawasan tertentu, melanjutkan ciri itu untuk melestarikan makhluk hidup, sekalian jalan-jalan sebentar.

Tidak ada lagi BLT, yang tidak efektif dan membuat masyarakat ketergantungannya sangat besar. Sekaran gini, pengemis banyak, padahal mereka mampu bekerja. Inilah yang perlu inovasi agar Indonesia semakin maju dan baik.

4. Pendidikan di mana-mana

Pengetahuan berawal dari membaca dan berdiskusi. Karena itu, aku akan menciptakan taman bacaan multimedia supaya para pelajar Indonesia mendapatkan referensi bacaan tanpa harus membuat repot orang tua mereka. Kemudian, adanya pembinaan pelatihan karya tulis dari pusat. Yang lebih penting lagi, guru-guru yang ada sekarang ini, benar-benar disaring dan diseleksi siapa yang berhak meneruskan kariernya menjadi guru resmi di sekolah-sekolah negeri.

Serta pelatihan siswa-siswi SMK secara profesional agar lebih siap memasuki dunia kerja. Kemudian memberikan kontrak kerja kepada mereka selama setahun. Jujur, aku miris melihat teman-teman SMK-ku yang berkompeten, tetapi begitu mereka lulus, hanya menjadi penjaga toko; bukan yang seperti mereka inginkan dulu. Mimpi mereka seakan hangus seiring tingginya kualifikasi minimum karyawan.

Itulah empat langkah yang akan aku lakukan jika aku menjadi Presiden Indonesia. Tapi sebelum itu, kita harus menjadi Indonesia lebih dulu.

Goenawan Muhammad mengatakan, “MENJADI INDONESIA adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan pernah sempurna dan ikhtiar itu tidak pernah selesai.”

Image*Tulisan ini diikutkan Festik Sulsel Sinjai 2013 oleh Komunitas Blogger Sinjai*

Photo of Me

When you're down, it's just about Allah's willingly to greet you.
When you’re down, it’s just about Allah’s willingly to greet you.

What gets in the way of you loving the work you do?

the problem I had ever had at highschool. But, in the end, I can end it with a sweet moment. Love is the first thing.

Beloved Brands

love workWhen I was a Brand Manager and my son was in kindergarten at the time, I once said that our lives were very similar.  We make stuff that we want to put on our fridge.  It stuck with me because I started to look at work and wonder if it was “fridge worthy”? Would I be proud enough of this to put it up on the fridge at home. In other words, did I love it?

I’ve always stressed to my team “you have to love what you do, that has to be the benchmark on whether we approve things–do you love it?” And one day, one of fridge artmy Group Marketing Directors said to me “Loving it seems a bit unrealistic, why do we have to love it?  Why not just like it”.  Great question. I suppose not all marketers think this way, and I’m fine with that.  If you…

View original post 1,717 more words

Boyongan Ba’da Lebaran 2013

Kalo di jagad hiburan ada artis pendatang baru, maka di dunia realita ada yang namanya new comer urban. Yap, urban pendatang baru. Baru baca kemarin pagi di koran Jawa Pos, tim wartawan JP nemu empat orang yang bakalan jadi penghuni baru Surabaya. Mereka bukan siapa-siapa, nggak punya saudara, plus nggak punya tujuan mau ke mana. Semuanya serba spontan tanpa rencana.

Biasanya sih gitu kalo di kota-kota besar pasti habis liburan panjang -entah itu libur Lebaran atau sekolah-, banyak pendatang baru di Surabaya (tahun ini sampe 100.000 orang!) yang ingin mengadu nasib. Parahnya lagi, kota segede dan metropolitan ini belum tentu cocok dengan keahlian mereka. Maksudnya, di Surabaya ini kan semuanya berhubungan dengan teknologi, sementara mereka belum tentu punya skill yang memenuhi permintaan kerja di sini.

Yang seperti ini nih, kadang menimbulkan masalah bagi banyak pihak. Karena ya mau cari kerjaan seperti apa dengan ketrampilan yang pas-pasan. Orang Surabaya asli saja masih sulit mencari pekerjaan yang layak, apalagi para urban. Aku bingung, kenapa nggak mikir dulu yah. Bukan berarti kedinamisan metropolitan akan selalu bersinergi dengan iklim pedesaan yang terlalu damai. The city is totally running.

Mulai dari masalah tempat tinggal, KTP, pekerjaan, hingga masalah kriminal yang lagi-lagi urusannya karena “perut”. Seakan-akan di kota besar itu semuanya halal dan dihalalkan, begitu? Nope. Kerja di kota nggak selalu jadi pilihan yang tepat. Justru di kota itu kehidupan lebih keras dari desa yang tenang bin damai. Kalo nggak, kenapa para eksekutif muda pada lari ke Puncak, Trawas, Pacet, Tretes, dan pegunungan-pegunungan untuk menenangkan diri?

Menurut laporan JP, pemkot Surabaya sih bakalan benar-benar merealisasikan Perda entah nomor berapa itu. Semoga itu bukan hanya isapan jempol belaka. Tapi bukannya kalo urusan “mengusir orang-orang kecil”, lebih mudah ya, bagi Pemkot? Yang susah itu kalo sudah kena suap orang-orang besar yang usahanya ilegal. Harusnya yang diusir bukan cuma orang kecil lho, orang besar juga. Selama membahayakan kota kita? Minta tolong ya, Bu Walikota…

Jadi, daripada berkejaran di kota tanpa keahlian, lebih baik mengembangkan ilmu di desa via internet. Plis, bagi kaum muda di pedesaan, internet sudah menyentuh kalian. Kalian bisa belajar dari rumah, sekolah, dan di tengah-tengah sawah kalian. Terus, ilmu itu bisa langsung diaplikasikan menurut keadaan desa masing-masing. Dengan jalan seperti itu, maka tiap daerah akan mengoptimalkan sumber dayanya masing-masing. 🙂

Indonesia itu, akan maju kalau orang desa dan orang kotanya bener-bener ngerti perannya masing-masing. Let’s move on together, Indonesian!

Up ↑