Search

Acatraveler's Diary

which of the favours of your Lord will you deny

Month

June 2014

Aku tau ku takk…

Aku tau ku takkan bisa, menjadi seperti yang kau minta
Namun selama, nafas berhembus, aku kan mencoba…
Menjadi s’perti yang kau minta

Aku tau ku takkan bisa, menjadi seperti yang kau minta
Namun selama, aku bernyawa aku kan mencoba
Menjadi s’perti yang kau minta.

Akan Seperti Apakah Ramadhan Kita di Tahun 2014?

Tak terasa, sebentar lagi, Ramadhan mendatangi seluruh umat Muslim di dunia :3

Tiga agenda tetap tiap kali Ramadhan adalah, puasa (of course), buka bersama, dan tarawih. Tapi, seperti tamu yang jarang berkunjung, Ramadhan pasti meninggalkan kesan yang berbeda di setiap tahunnya. Well, tak perlu lah aku bcerceramah panjang lebar seperti Pak Ustadz. Ini juga sekalian untuk menanyakan visi apa yang kita bawa di Ramadhan tahun ini.

Ramadhan; jika kata itu disebut, apa yang ada di dalam benak kita? Puasa sebulan? Tarawih yang di awal semangat, di tengah-tengahnya males, lalu ngilang di akhir-akhir? Mal yang penuh diskon? Acara TV yang tiba-tiba jadi ceramah agama semua? Zakat fitrah? Proses penyucian diri? Atau… wisata kuliner tiap ngabuburit?

Ramadhan; jika kata itu disebut, apa yang menjadi tujuan kita bertemu dengannya? Memohon agar Allah mengampuni kita? Waktunya diet karena puasa sebulan? Waktunya silaturahmi ke keluarga besar? Waktunya beramal? Atau waktunya bersenang-senang?

Ramadhan; jika kata itu disebut, bagian apa darinya yang paling menarik? Saat sahur atau berbuka dan berkumpul dengan keluarga? Saat berbuka dan ngabuburit bareng temen? Saat siang hari karena bisa tidur dengan alasan berpuasa? Atau saat malam di mana masjid-masjid akan diramaikan? Atau di malam-malam akhir Ramadhan di mana masjid mulai ditinggalkan penghuninya ke Mal sebelah?

Ramadhan; jika kata itu disebut, hadiah apa yang kita harapkan darinya? Hidayah? Ampunan? Hidup baru? Cinta? Baju dan barang baru? Makanan-makanan yang melimpah dan berkah?

Ramadhan; beribu wajah menghadapinya. Aku hanya punya permintaan seperti ini ketika Ramadhan tiba; semoga Allah memberiku hidayah dan mengizinkanku hidup seterusnya dengan hidayah yang Dia berikan. Amiin.

Kamu minta apa?

 

Wahai Kalian yang Rindu Kemenangan

Sejak semester ini hingga semester depan, aku fix jadi anak BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Yap. Gitu deh, belajar jadi aktivis. Soalnya, kata banyak orang; termasuk keluargaku; kuliah yang kupu-kupu, lebih ga asyik. Alias, kalo kuliah jangan cuma belajar! Imbangi juga dengan berkegiatan, karena masa muda cuma sekali dan energi yang kita hasilkan juga tumpeh-tumpeh. By the way, jadi aktivis itu seru dan menarik, basically. Tapi, ada beberapa alasan kenapa aku milih aktif di BEM (dan bahkan HIMA).

Curhat aja sih, dulu pas ospek Fakultas, ada beberapa timdis (tim disiplin) dari panitia yang mem-brainstorming aku dan sejumlah maba di sebuah ruangan. Karena rata-rata mereka adalah anak-anak aktivis, mereka pun berorientasi agar maba-maba di depan mereka itu nggak cuma belajar; juga membuat sebuah karya. Nah sayangnya, setelah ospek tabiat asli mereka ketahuan. Ck, ah, paling sebel sama senior yang sok berwibawa pas ospek padahal di dalam kehidupan sehari-harinya nggak bisa ngasih contoh yang baik ke juniornya. Ok ya Mbak-Mas! Tiga setengah tahun ke depan, aku bisa buktiin ke kalian kalau aku bisa dapet IP cumlaude, jadi mahasiswa berprestasi, plus aktif berorganisasi. Tekad itu sekuat baja kutanamkan dan langsung kususun langkah-langkah yang akan kulewati di buku target tahunan.

Honestly, tujuan utamaku memang belajar. Di sini, di jurusan Sastra Inggris, aku sudah memilih ini dengan kesadaranku sendiri. Aku bahkan sempat diskusi alot sama orang tuaku perkara keputusanku yang ngotot pingin ngambil jurusan sastra. Emang buat apa sastra? Mana ada orang yang mau mempekerjakan anak sastra? Weitts, alhamdulillah, setelah setahun di sini, tujuanku menjadi semakin gamblang; bahkan di sini banyak pintu-pintu baru yang terbuka.

Merasa sudah ada di zona (ny)aman, maka bergabunglah aku dengan barisan BEM yang visi dan sistematika kerjanya sama denganku. Untunglah, ketua dan mayoritas anggota BEM-nya setipe denganku; suka belajar, berdebat, dan ilmiah. Di sini, aku bertemu sosok-sosok hebat. Sebagian besar dari mereka adalah mawapres-mawapres yang penuh dengan segudang jadwal dan lomba; tapi masih bisa ber-IPK sangar. Masya Allah. Mereka adalah contoh yang patut ditiru dan aku menduplikasi mereka perlahan-lahan.

Ah, perkara kerjaan. Aku diamanahi sebagai Sekretaris Menteri Kebijakan Publik. Kata salah seorang senior yang sudah lulus; Kelik adalah corong mahasiswa. Kelik itu membuktikan eksistensi BEM serta peran BEM kepada masyarakat intern dan ekstern. Lebih spesifiknya, Kelik bagaikan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (ngurus masalah politik, kebijakan yang tidak merugikan, dan kekuasaan). Whoaa… Seru sih, tapi menantang; karena kementerian ini baru pertama kali didirikan pada tahun ini. Bukan amanah yang mudah; tetapi aku tahu akan selalu ada tangan-tangan yang membantuku mencapai target-target kami bersama.

Di BEM itu, entah kenapa romantismenya semakin terasa. Well, ini bukan romantisme karena ada affair sana-sini. Bukan seperti itu. Tetapi, terasa sekali kalau kita menjadi seperti keluarga. Ah, pak ketua emang cocok jadi kepala keluarga. Ada anaknya yang sakit, bondong-bondong disambangi. Ada anaknya yang kekurangan uang, semuanya pada bantu. Ada anaknya yang nggak jelas dan jealous, dia mencoba mempercayai kami. Kadang-kadang aku mikir, ini pak ketua apa nggak capek ya, dicuekin, dikhianatin, diejekin, ditekan, diobrak-abrik sama anak-anaknya dan pihak-pihak yang nggak bertanggung jawab. Dia, mengajariku dan semuanya satu hal: cinta. Suatu hari kukejar dia dengan pertanyaan kenapa bisa ada cinta? Jawabannya simple, “Aku ngelakoni kabeh iki yo mung kerono Gusti Allah“, dia melakukan ini hanya karena Allah.

Ya, itulah rupanya yang membuatnya menjadi manusia yang tak pernah berhenti karya, sekalipun harus menahkodai sebuah kapal bernama BEM yang ada di samudera ganas. *eh, kok jadi ngomongin pak ketua sih.

Menjadi staf BEM, adalah pembelajaran yang paling menyenangkan bagiku; walaupun ada campuran rasa pahit, asam, manis, sedih, dan masih banyak lagi. Miniatur masyarakat, belajar menjadi pelayan masyarakat yang sesungguhnya.

Filsafat: Dare You!

Hari ini, aku ujian filsafat dan paper proyek filsafat pukul 11.30. *tarik nafas yang panjaaaang banget *istighfar

Jadi, selama 6 bulan ke belakang, sebagai mahasiswa Sastra Inggris semester 2, se-angkatan wajib nerima pelajaran matakuliah ini. Pernah, terasa terancam dengan isu-isu filsafat yang bakal membuatmu tersesat dan terbingungkan karena bisa menggoyahkan prinsipmu. Pernah, terasa terancam dengan tugas-tugas rutin yang tiap hari Rabu malem mesti begadang dan ketar-ketir kalo nggak sesuai harapan dosen. Pernah, terasa terintimidasi dengan tekanan-tekanan psikologis pas presentasi berlangsung.

Dan, pada akhirnya, hari ini, kami disuruh memahami 6 aliran filsafat: eksistensialisme, feminisme, poskolonialisme, strukturalisme, dekonstruktivisme, dan psikoanalitik. Apa ya… aku nggak keberatan sih kalau diuji lisan; cuma, masalahnya aku nggak tahu indikator dosenku yang satu ini, Pak M. Sesekali, aku pernah berbicara dengan beliau, tanya-tanya soal tugas dan materi terkait. Hm, semoga saja dugaanku benar, bahwa Pak M memang baik hati dan mau menerima kekurangan mahasiswanya yang na’udzubillah kalo lagi tutorial.

Semalem, status Line temen-temenku pada miris soal filsafat. Ada yang pasang foto selfie pake tulisan “kamu udah ngerasa baik?”, lebih banyak yang pake stiker Moon/Conny/Brown lagi ngiler lihat buku, ato artis korea yang lagi acak-acak rambut saking gilanya. Aku? Pasang stiker Conny lagi mencak-mencak nginjek bantal. Gemes juga liat filsafat.

Fiuh, benar, filsafat memang teoritis; tapi kalau mau menelitinya lebih lanjut, kita pun berfilsafat. Entahlah, ada satu temanku yang dia itu kaya ensiklopedi berjalan. Tuh filsafat diteorikan bak ilmuwan dan make bahasa yang selangit bin alien. Somehow, aku suka bahasanya, akademis; dan ngerti beberapa filsuf dan sudah baca karyanya. Tapi ya teteup, bagiku filsafat adalah interpretasi terbaik yang pernah ada tentang diriku dan manusia.  Filsafat itu ada di sekitar diri kita -bahkan dalam diri kita sendiri; tinggal kita mau menelaahnya atau nggak; tergantung seberapa besar sense of consciousness kita.

To be continued, mau siap-siap presentasi paper buat jam 11.30 nanti.

Sosial Media dan Gw – part 2

Postmodernism: pemikiran filsafat yang menuntut manusia untuk cenderung berproses tanpa henti, menerima segala kondisi yang fluktuatif, dan harus siap dengan segala kemungkinan samar yang (akan) terjadi. Welcome to postmodernism 🙂

Nyonya Kecil

Di era sosial media seperti sekarang ini, banyak hal dimudahkan. Banyak cara untuk jadi terkenal. Ga perlu lagi ikutan casting dan masuk TV supaya bisa jadi artis atau orang terkenal. Kenyataannya, dengan punya account instagram dan punya puluhan ribu follower sudah cukup menjadikan seseorang sangat terkenal. Banyak juga yang mengawalinya dari dunia blog seperti fashion blogger. Banyak fashion blogger di instagram yang cukup eksis, sehingga banyak orang yang mengajukan produk jualannya untuk di endorse.

Gw pikir enak banged ya, tiap hari posting foto-foto cantik dengan baju endorse dari si A, B, C (tentunya gratis malah plus-plus), casing HP, tas, gelang, bahkan perhiasan emas dan berlian! Semuanya dikasi gratis dan gw rasa mungkin malah dibayar kali ya? Tapi itulah untungnya punya follower banyak. Dan buat si penjual ini juga menguntungkan, tentunya pasang iklan di website dan TV jauh lebih mahal, lebih mudah untuk promosi jualannya dengan minta si empunya-follower-banyak ini untuk…

View original post 680 more words

Takdir yang Tergantikan

Aku pernah, pernah sebel banget sama Mama karena nggak dibolehin pergi ke luar negeri; bahkan jika itu untuk cultural visit yang cuma seminggu atau paling nggak conference yang cuma 2 hari. Pernah. Dan, ketika alasannya cuma “Mama khawatir di sana kamu sendirian nggak keurus. Jadi, kamu harus nikah dulu kalau mau pergi ke luar negeri! Titik”

Hah, usia gue masih 19 tahun, Mama. Ini juga masih kuliah semester 2, Mama. Ini juga aku masih pingin menikmati masa-masa singleku, Mama. Aku juga pingin aktif di gerakan ini dan itu tanpa ada yang menghalangi dengan segudang kewajiban. Bisa sih, kalau pingin aktif setelah menikah; tapi rasanya beda. Itu nggak main-main.

Aku pun, tak ayal sempet nangis berkepanjangan gara-gara cita-citaku ini masih stuck di satu tempat saja. Berniat menggenggam mimpiku, aku pun membeli sebuah peta dunia yang ekstra jumbo dan kutempel di dinding kamar. Setiap mau tidur, kupandangi peta itu. Berdoa dan berharap semoga aku bisa menjelajahi track-track yang aku inginkan. Well… dan datanglah kesempatan itu…

Bukan, belum ke luar negeri. Tapi menjadi guide teman-teman mahasiswa asing yang datang dari berbagai penjuru dunia. 🙂

Alhamdulillah ‘ala kulli hal, aku diizinkan kuliah di Sastra Inggris; jurusan yang paling sering menerima kunjungan tamu dari luar negeri. *yaiyalah, bahasa Inggris kan bahasa yang paling umum dipakai di mayoritas negara-negara dunia. Everyone can speak and understand English, right? Praise to Allah and thanks to my father. Once, I thought that my father was wrong to force me enroll as English Department’s student. However, I think, he had thought what I could not expect one year ago. Thanks, Ayah. Thaaanks… :’)

Cita-citaku menjadi guide, tak terasa, tahun ini sudah tercapai. Allah benar-benar membukakan takdir yang lain untukku. Hanya saja, baru hari ini aku menyadarinya; bahwa Dia mendengarkan doaku agar aku bisa punya teman dari beragam negara, budaya, dan bahasa.

Kemarin, aku menemani mahasiswi-mahasiswi Thailand, Bow dan Jeje di minggu terakhir mereka. Hari ini, aku menemani mahasiswi-mahasiswi Singapura, Dalila, Marrina, dan Mbak Yo di awal kedatangan mereka. Ditraktir gratis, diizinin absen telat dari kelas. Ya Allah… sungguh nikmat hari ini. NIkmatMu ini masyaAllaah…. :’)

And I am still sure, I am going abroad when I am in the 4th and 6th semester! Amiin.

Up ↑