Search

Acatraveler's Diary

which of the favours of your Lord will you deny

Month

July 2015

Sentimen Anak Pertama

Dulu, salah seorang sahabatku pernah bercanda, “Makanya jangan jadi anak pertama… Enakan jadi anak kedua. Hihihi.”

Kalau sudah begitu, aku cuma manyun saja. Mau nggak mau, juga terima nasib. Siapa juga yang nentuin mau jadi anak pertama atau anak bontot, ya kan?

Apa pasal dia bilang begitu?

Ya, anak pertama memang ‘seakan-akan’ jadi orang tua pengganti; menjadi contoh bagi adik-adiknya; jadi role model yang bakal ditiru mereka; tanggung jawabnya itu lho besar sekali. Jujur saja, aku sering punya perasaan seperti itu. Sisi positifnya adalah, aku jadi bisa belajar lebih dewasa, mengerti dengan situasi dan kondisi orang tua, mengerti bahwa suatu saat akulah yang pertama kali akan mengambil keputusan penting saat orang tua kami sudah tiada.

Contohnya, ketika aku sudah punya sepeda motor, aku suka berkeliling Surabaya, mampir di tempat-tempat (*bukan tempat negatif kok) yang belum aku tau untuk mengurus ini itu. Aku juga harus berani mondar-mandir ke beberapa kantor pemerintahan, pajak, pos, mengambil rapor, sampai urusan rumah sakit pun pernah kutangani. Semua itu karena, “Annisa kan anak paling tua.” Ya, ya.

Pun ketika aku masuk SMA, aku mulai berkecimpung di dunia organisasi. Maka yang aku lakukan adalah mencoba membangun relasi yang akan berguna di masa depan. Ya… inshaAllah ada manfaatnya. Aku juga mulai mencari penghasilan sendiri sebagai guru les. Alhamdulillah, otak encer yang dianugerahkan padaku ini membawa berkah. Meskipun harus mengorbankan jatah mainku, tapi hal ini justru membawa manfaat yang sangat besar padaku. Aku mulai bisa memenuhi kebutuhan pribadiku tanpa harus meminta-minta lagi pada orang tua (*kecuali untuk yang benar-benar butuh pengeluaran besar). Meskipun, aku juga pernah sakit parah gara-gara jadi seorang workaholic demi mewujudkan ambisi pribadi beli barang-barang impian. Hehe.

Alhamdulillah, adikku yang pertama sudah menunjukkan langkah mengikutiku. Sekarang dia sudah mulai menjalankan bisnisnya sendiri meskipun masih jadi agen pulsa dan jualan HP, ia mulai mandiri dan bisa membantu meringankan beban orang tua kami. Dia tahu bahwa dia harus mulai mencari dan mengikuti passionnya. Aku berusaha mendukungnya agar ia tetap setia dan teguh di jalannya, meskipun kadang harus berselisih pendapat dengan ayah bahwa adikku ini bisa disamakan denganku yang senang mengajar. Padahal, passionnya adalah bisnis, komputer, dan jadi aktivis lingkungan. Aku yakin, dia akan jadi seseorang yang hebat kelak. Aku yakin itu, dia hanya perlu terus belajar dan membuka wawasannya lebih luas lagi.

Adikku yang kedua, the little princess yang baru naik kelas 2 SD, kini masih mengasah bakat bicara dan kepeduliannya yang begitu kuat pada orang lain. Kadang-kadang, perasaan dan dirinya sangat rapuh. Dan aku mengerti alasannya. Kalau sudah begitu, aku pasti memeluknya erat, lalu mengusap-usap kepalanya, dan menghiburnya. Nah kan, kini aku seperti menjadi orang tua, bukan kakaknya. Haha.

Adikku yang pertama sering bilang padaku, “Biar aku kaya sampean, Mbak. Bisa beli apa-apa sendiri dan nggak minta lagi sama Mama. Biar aku juga bisa meng-Haji-kan Mama sama Ayah.” MashaAllah, ya, tentu saja kuaminkan. Karena sudah jadi tugasku mengajak kita semua jadi manusia yang bermanfaat dan sukses dunia akhirat sepeninggal Ayah dan Mama.

Jadi, buat anak-anak pertama, kita senasib. Jangan pernah lelah untuk menjadikan keluargamu, khususnya adik-adikmu, sebagai keluarga penghuni surga. Karena Allah akan ganti setiap kelelahan itu dengan limpahan keberkahan dan kasih sayangNya.

Kamu yang jadi anak pertama, gimana? ^_^

What we can learn from Potter

These are some sorts of fairy tales -I mean Harry Potter series-. It resembles the fantasy world with its unique creatures and humans. But, I am very grateful that I had chances to read these books, while nowadays my younger sister prefers playing gadgets to reading books.

image

Well, it is still related with education, but I just love these quotes I will attach along this post. Actually, the source mentioned every single prominent character with her or his lessons.

image

Ah, even Umbridge knows this! Rowling released a brilliant protest to the government around the world which underlying political agenda beyond their education program.

image

In popular words: no pain, no gain. Of course!

PKM at FIB

Oh, jadi ternyata tujuan akhir PKMP itu menghasilkan research paper yang nantinya akan dipresentasikan di forum ilmiah. Okay, next year’s challenge will be accepted. Kan, seenggaknya kalo para dosen itu bilang dari awal, kita akan menyesuaikan dengan tema-tema konferensi tertentu tahun depan; jadi penemuan tema dan lingkup penelitian juga akan lebih mudah. Hanya saja, penelitian itu akan didanai oleh Dikti dan disesuaikan dengan prosedur pelaksanaan PKM.

Kalau begitu, prosedur pembinaan PKM harus dibalik:
1. Memilih konferensi tahun depan, sekaligus perhatikan tema yang diprediksi akan menjadi tren PKMP.
2. Memilih subtema, ruang lingkup penelitian, metode, dan membuat proposal.
3. Melakukan penelitian sesuai skema yang diberikan Dikti.

Karena di FIB, selama ini yang terjadi adalah pemilihan tema yang sama sekali abstrak dan tidak berpeluang diterima di jurnal atau konferensi manapun. Kalaupun ada bentuk seminar dan publikasi, itu adalah publikasi mandiri dan inisiatif tim PKM; bukan dipresentasikan di acara dengan skala besar. Yayaya, sekarang sudah mulai paham arahnya ke mana :).

Tahun depan, harus jadi JUARA 1 PIMNAS 2016.

2nd Leg of Asian Undergaraduate Summit

image

Indonesian delegates with a diaspora student. After the presentation.

image

In Flower Dome. Thousands of flowers.

image

On Juanda Airport, ready to flight to Singapore.

image

In front of the Universal Studio’s logo at Sentosa Island.

image

After had ifthar together, prayed at Sultan Mosque, and went shopping at Bugis street.

image

At Marina barrage, one of the biggest water system management of Singapore.

image

Group 6, after final presentation at USP Hall.

image

Ready to go back to Surabaya :3

Percayalah, Semua Orang itu Cerdas

Kecerdasan majemuk-lah yang membuat setiap anak menjadi hebat. Ya! Bagaimana tidak hebat? Sejak sebelum dilahirkan; kita adalah satu dari berjuta-juta sel sperma ayah yang berhasil menembus dinding sel telur ibu. Lantas sel-sel itu bersatu dan membentuk gumpalan darah. Dan pada usia 4 bulan, Allah pun meniupkan sebuah ruh. 

Tapi, masa sekolah begitu menajdi berbeda. Entah kenapa sekolah-sekolah di Indonesia mengkategorikan anak pandai adalah anak yang punya nilai-nilai yang memuaskan (mendapatkan nilai A) di hampir seluruh evaluasi kognitifnya. Termasuk saya -dulu-. Saya adalah langganan juara kelas dari sejak TK hingga SMP. Tapi, sekali lagi; itu hanya tingkat kognitif. Saya tak pernah berani untuk maju ke tingkat yang lebih (seperti ke olimpiade sains nasional atau lomba-lomba internasional lainnya). Saya belum sampai pada tingkat aplikasi seperti teman-teman saya yang maju ke berbagai lomba tingkat internasional. Dan ketika SMA, akhirnya saya pun memilih untuk ‘sekedar’ bertahan di jurusan IPA, dengan terpaksa; demi orang tua saya. Saya tahu, saya mampu; saya tahu, saya anak yang cerdas. Tapi, tingkat kepercayaan diri saya sudah kadung menurun drastis akibat belum bisa mencapai prestasi yang lebih tinggi. Sekali lagi, karena saya hanya menguasai tingkat kognitifnya saja. Untunglah, Allah meluluskan saya. Dan akhirnya, tak mau repot-repot, saya lebih suka ke dunia bahasa dan sosial; hingga saya ada di jurusan sastra.

Begitulah, mungkin kini orang tua saya tidak menganggap saya sebagai anak yang cerdas. Karena saya hanyalah mahasiswa dari jurusan sastra; yang menurut mereka pilihan kerjanya hanya satu: jadi dosen, jika mau lebih baik maka sandanglah titel dosen PNS.

Saya hanya tersenyum sembari bersyukur; karena saya mampu memilih jalan saya sendiri. Awalnya saya minder, tapi setelah mengetahui teori Gardner di atas, saya justru bersemangat untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian saya. Tentu saja, bagi orang tua saya; kecerdasan (logika-matematis) saya mungkin agak sedikit pudar karena saya terlalu banyak membaca kata-kata. Tapi saya akan sangat senang jika saya bisa menciptakan teori-teori tentang media studies, mengajarkan bahasa dan budaya, atau menjadi penerjemah ahli para duta besar.

Saya percaya jika semua orang memang punya kecerdasannya masing-masing. Sebagai analoginya, lihat saja; bagaimana nasib ikan jika disuruh berjalan di daratan? Bagaimana ayam jika disuruh terbang seperti elang? Setiap orang punya keahliannya, di mana ia ahli dalam pengerjaannya. Sungguh, tidak ada yang bodoh. Thomas Armstrong dalam bukunya menyatakan jika para siswa tidak pernah salah; yang kurang tepat adalah bagaimana guru mengajari mereka (dalam buku Kecerdasan Multipel di dalam Kelas, 2013). 

Saya percaya, setiap orang punya bintang mereka masing-masing, dan kemauan merekalah yang menentukan apakah bintang itu akan bersinar atau tidak. Sisanya, biarkan Allah yang mengaturnya.

Indonesia sedang Krisis

Inilah dampak negatif dari adanya globalisasi; masyarakat Indonesia yang notabene masih berusia 70 tahun, malah kebingungan menempatkan prioritas.

When Allah Gives Any Compensation for Muslims

It is the third day in Singapore, attending the 1st Asian Undergraduate Summit program. Yeah, it is special because it is the first time I go abroad. But, there is more reason why it has to be the special one. You know, Singapore is not Muslim-majority country; then you are one of the minority ones. Haha :D. Yeah, this is very challenging, though. Going to Singapore while you are fasting, while not so many proper prayer rooms -such big mosques in Indonesia-, while you are surrounded with so many non-Muslims, while you have to manage your own prayer schedule; it is a bit hard to have a proper fasting as well.

image
Sultan Mosque, Singapore

But, Allah says, “I don’t want you to have any difficulties to obey My rules and do your obligation as Muslims,” right? So, I often do shalat in the bus, plane, or public places; since I have hectic days and no proper place for praying. It is a sad truth, yet it happens. It’s like I compete with the time and the routines, but finally I can manage it well. Ah, I want to thank an Indonesian guy studying in NUS named Widi Fermadhana Asrah. He was very dreadful at first when we were in Indonesian Leg, cause he pretended as foreigner. And then, he became our nicest tour guide that saved us from absence of shalat. Haha.

But, I visited the Sultan Mosque, in Kampong Glam when the first outing came! MashaAllah, it was the biggest mosque in Singapore. It had big and nice minarets, nice-voice imam, and beautiful ornaments on its wall. It was the most proper place to shalat while I was there (yeah, I am in Surabaya right now). I met with brothers and sisters Muslim from around the world with varies of prayer-clothes, realizing that different countries had different customs; yet it was one way to shalat. Allah showed me how Merciful He is.

image

1st Asian Undergraduate Summit

image

Did you realize that we are born to save the nature? Well, it reminds me about an ayah in Al Quran that we are created to be the khalifah (leader) in order to manage natural resources in this mother earth.

Is not it too obviously?

Yeah, so I come up with enrolling myself into the first international program called Asian Undergraduate Summit. It is held by the University Scholars Programme Students of National University of Singapore, along with 5 respective universities in 5 ASEAN countries. It consists of two legs; the 1st leg is held in each respective university (June 14-20) and the 2nd leg will be held in Singapore (July 5-12).

It was Joy and me, taking pics in front of the rice field in Lamongan to observe about microhidropower to irrigate local people’s farms. Okay just told you about the picture.

To be continued,

The Tough Girl

Being a woman will be imagined as a feeling-strong person, even bigger when you are growing up. More sensible, more feeling, more prediction, and more curious; despite on our smaller hypothalamus than men’s have.

Well, in the early 20, when everything seems to be complicated; you will know that the heart does have a door. Before 20, I can’t realize. I just know that Allah will lock the man whose heart’s is full of sin and disobey Allah’s order. But I still don’t really realize that the door can be opened and closed.

It came when I turned 20 and everything needs to be managed. 🙂

Sometimes, you open the door when a man looks like giving you more attention than he should give. That’s the nature of women, right? We easily open the door for a man riding a white horse and acquiring all the ideal checklists we made. We hope he will be the only one for our life. But then, we know the facts say different thing.

At first, we may cry or just do something randomly, to not letting him in again. Try to understand and realize what is the fact, try to understand what is God’s mean by passing him to us, try to learn what does it mean for ourself. Just try everything, which basically we try to close our door again.

At the second, we suddenly understand how to close the door again and we really close the door. We want to be a tough girl while we also have a kindness and sensibility for others. It is hard, unless we try to make up our mind and know the timing.

At the third, I don’t know, because we have 2 possibilities. The first one, he will come again after he realizes, the other one is another man will come to knock our door. Yet I learn from this shameful accident that I can even ban every man who wants to enter my heart without any serious commitment. Yet I learn that it depends on me whether I want to open or close mine.

Happy Wednesday! Have a blessful Ramadhan.
Dont be worry, I am a tough girl, I have Allah. 🙂

Up ↑